Sabtu, 12 Juni 2010

APLIKASI PRINSIP ING NGARSA SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA DAN TUT WURI HANDAYANI UNTUK EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN

Jika kita berbicara mengenai kualitas pendidikan kita, mungkin tidak akan habis dalam sehari. Berbagai permasalahan telah menjadi sedemikian kompleksnya hingga sulit sekali mencari akar permasalahannya, mulai dari kurikulum, kebijakan pemerintah, sumberdaya pengajar, gaji guru yang rendah, hingga media dan alat pembelajaran yang minim. Hal ini dikarenakan pemerintah sejak dulu tidak memprioritaskan perbaikan di bidang pendidikan, kita terlena ketika pada tahun 70-an banyak tenaga pengajar dari Indonesia yang diekspor ke Negara tetangga sehingga kita menganggap bahwa kualitas pendidikan kita masih lebih baik, masih unggul dibandingkan Negara tetangga tanpa upaya perbaikan yang berkesinambungan. Walhasil, saat ini kualitas pendidikan dan tenaga kerja kita jauh di bawah Malaysia, kita hanya bisa mengekspor TKI dan TKW, bukan untuk menjadi tenaga professional, tetapi hanya untuk menjadi buruh dan pembantu rumah tangga saja.

Melihat begitu terpuruknya kualitas pendidikan yang ada, upaya sadar dan perbaikan mulai diupayakan oleh pemerintah. Mulai dari mengubah kebijakan anggaran pendidikan lebih dari 20%, perbaikan kurikulum, hingga perbaikan gedung dan sarana prasarana pendidikan yang ada. Sebetulnya disinilah peran guru yang lebih besar, guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dituntut untuk tetap bisa mencerdaskan bangsa di tengah kondisi yang sulit. Maka perbaikan kualitas dan sumberdaya tenaga pengajar menjadi sangat urgen disamping perbaikan di bidang kurikulum dan media atau sarana pembelajaran yang ada. Gurulah yang paling berperan untuk menentukan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak, guru harus mampu menggunakan media pembelajaran untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar dan guru harus bisa berkreasi untuk menggunakan metode atau merancang model pembelajaran sederhana untuk menunjang pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan.

Upaya meningkatkan keberhasilan pembelajaran, merupakan tantangan yang selalu dihadapi oleh setiap orang yang berkecimpung dalam profesi keguruan dan kependidikan. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran ditentukan pada proses ketika pembelajaran itu berlangsung. Dalam sebuah proses pembelajaran, model pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dikategorikan menjadi dua macam, pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) dan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center). Secara sederhana proses pembelajaran tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut :

1. Dalam proses pembelajaran ada guru yang mengajar dengan cara menyampaikan materi pelajaran semata-mata.
2. Disisi lain ada guru yang sengaja menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga
peserta didik dapat melakukan berbagai kegiatan yang beraneka ragam dalam
mempelajari materi pembelajaran.

Kelompok pertama bisa disebut dengan ungkapan dude tapa (duduk, dengar, catat, dan hapalkan), guru hanya berperan sebagai penyampai materi pelajaran. Guru biasanya berdiri di depan kelas, menghadapi sejumlah peserta didik dan menjelaskan isi pelajaran sedangkan peserta didik pada umumnya duduk dengan rapi, mendengarkan keterangan guru, atau sedikit mencatat keterangan itu. Situasi seperti inilah yang disebut pengajaran. Situasi kelas pada proses pengajaran seperti digambarkan di atas bersifat pasif dan verbalistis, yaitu peserta didik hanya diberi atau menerima, dan guru melaksanakan pengajaran dengan penuturan (verbal) semata-mata. Jarang dijumpai keaktifan belajar yang lebih jauh seperti berdiskusi, melakukan penemuan, menguji suatu konsep atau teori, dan sebagainya. Hubungan antar individu (peserta didik ke peserta didik atau peserta didik ke guru) dalam proses pengajaran tampak pincang, sehingga kurang terlihat adanya hubungan timbal balik, baik antara peserta didik ke peserta didik, maupun peserta didik ke guru.

Proses pengajaran dengan model teacher center, mungkin efektif diterapkan pada jaman dahalu dimana kondisi masyarakat masih sederhana, guru masih sangat dihormati oleh orang tua dan peserta didik, akan tetapi menjadi tidak efektif jika diterapkan pada masa sekarang dimana kondisi psikologis dan perkembangan para peserta didik telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan jaman dan perkembangan teknologi yang sedikit banyak menggeser pola kehidupan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi selain membawa dampak yang positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak yang negatif khususnya bagi generasi muda. Hasil penelitian di Amerika untuk anak usia tujuh hingga empat belas tahun pada tahun 1980 saja, sudah membuktikan bahwa anak-anak pada usia tersebut lebih impulsif dan membangkang, lebih cemas dan penakut, lebih kesepian dan sedih, lebih lekas marah dan kasar. Metode teacher center ini tentu saja kurang efektif jika diterapkan dimasa sekarang, mengingat kondisi peserta didik di tengah pengaruh arus perkembangan teknologi yang sedemikian pesat.

Sedangkan pada kelompok kedua, guru mengajar dengan menciptakan situasi dan kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan tujuan. Oleh karena tujuan yang hendak dicapai itu beraneka ragam, maka situasi pembelajaran pun beraneka ragam pula. Jika tujuan pembelajaran hanya menghendaki peserta didik mengetahui sesuatu, tentu proses pembelajaran pun sederhana. Jika tujuan menghendaki agar peserta didik tidak hanya sekedar mengetahui, tetapi memiliki kemampuan yang lebih jauh, seperti memahami, mampu menerapkan suatu konsep dalam berbagai keadaan, atau memiliki bentuk-bentuk keterampilan tertentu disesuaikan dengan tuntutan pencapaian tujuan tersebut, maka proses itulah yang disebut pembelajaran.

Peran guru dalam pembelajaran berbeda dengan peran guru dalam mengajar yang termasuk pada kelompok pertama. Pada kelompok kedua, guru berperan sebagai orang yang selalu berupaya untuk memberi rangsangan (stimulus) agar peserta didiknya mau mempelajari suatu materi pembelajaran tertentu. Pada saat peserta didik melakukan proses belajar, guru membimbing atau membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga yang bersangkutan mampu memecahkannya. Di samping itu guru pun mengarahkan peserta didik belajar, sehingga dapat mencapai tujuan dan dia pun selalu berupaya agar peserta didiknya selalu termotivasi untuk belajar. Dengan cara semacam ini peserta didik lebih aktif dalam belajar, dan kegiatannya pun beraneka ragam. Peserta didik dapat mempelajari suatu materi pembelajaran tertentu dengan cara diskusi, melakukan penemuan, melakukan percobaan, melakukan latihan, dan sebagainya, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, cara-cara inilah yang disebut dengan metode pembelajaran.

Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center) sebetulnya sudah sejak dulu dicetuskan oleh bapak pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara melalui prinsip-prinsip pembelajarannya yang kita kenal dengan sebutan trilogi pendidikan yaitu “ING NGARSA SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA, TUT WURI HANDAYANI” yang berarti di depan memberi teladan, di tengah membangun karya dan di belakang memberi dorongan. Prinsip-prinsip ini hanya bisa diterapkan jika, dalam sebuah pembelajaran seorang guru menerapkan metode pembelajaran, sedangakan jika guru hanya menerapkan metode ceramah saja maka dia hanya menerapkan prinsip “ing ngarsa sung tuladha”, guru hanya berdiri di depan menerangkan dan memberi contoh, para peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk berkarya dan guru tidak bisa memotivasi peserta didik untuk menampilkan hasil karya mereka. Sedangkan jika guru menerapkan berbagai metode pembelajaran, maka dalam proses pembelajarannya dapat dilihat sebagai berikut :

Ketika berdiri di depan : guru dapat melakukan apersepsi, menghubungkan pelajaran sekarang dengan pelajaran yang lalu, memberikan contoh dan pengalaman dunia nyata kepada peserta didik
Ketika dia di tengah : guru masuk ke dalam ruang kerja peserta didik, bukan untuk mengintervensi mereka, tetapi untuk mendorong mereka berkarya, membantu memecahkan permasalahan yang ada dalam kelompok kecil dan menyadarkan peserta didik agar dapat bekerjasama dalam sebuah lingkungan sosial kelompok.
Ketika di belakang : guru mendorong dan memberikan motivasi kepada para peserta didik untuk berani tampil di depan, mempresentasikan hasil karya mereka kepada teman-teman yang lain.

Metode pembelajaran dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan strategi yang dipilih, misalnya metode tanya jawab, diskusi, eksperimen, dan pendekatan beberapa model pembelajaran seperti quantum teaching, CTL, group investigasi dll. Penggunaan metode menjadi sangat urgen dalam sebuah proses pembelajaran, salah seorang pakar pendidik seperti Mahmud Yunus pernah mengatakan bahwa metode pembelajaran jauh lebih penting dari pemberian materi pelajaran (Al Thariqah Ahamm Min Al-Madah).

Integrasi prinsip “ing ngarsa sung taladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” ke dalam metode pembelajaran, menjadikan suasana kelas kondusif, menyenangkan, proses pembelajaran menjadi interaktif, guru dapat masuk ke dalam alam pikiran peserta didik sehingga dapat mengembangkan potensi individunya secara optimal, dengan kata lain “bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan dunia kita ke dunia mereka”.

Dari sini dapat kita katakan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus dapat memilih atau merancang sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan seperti metode tanya jawab, diskusi, eksperimen, dan pendekatan beberapa model pembelajaran seperti quantum teaching, CTL, group investigasi dll. kemudian mengintegrasi prinsip-prinsip trilogi pendidikan kedalam pelaksanaan pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran tidak akan efektif, jika guru mengajar dengan gaya ketika dia hanya menggunakan metode ceramah, akan tetapi dalam sebuah proses pembelajaran guru seolah-olah sedang memimpin konser saat berada di ruang kelas, guru memahami sekali bahwa setiap murid memiliki karakter masing-masing sebagaimana alat musik seperti seruling dan gitar yang memiliki suara yang berbeda. Sebagaimana seorang dokter yang mengobati pasien-pasiennya, jika dia memberikan obat yang sama pada setiap penyakit, maka bukan kesembuhan yang didapat, melainkan penyakit baru yang lebih kronis sebagai akibat kesalahan dalam penggunaan metode pengobatan.

Mari Pelihara Negeri Ini

Sudah sekian puluh tahun negara kita memproklamirkan kemerdekaannya, sudah selama itu pula bangsa kita memulai kehidupan sebagai negara yang berdaulat membangun sebuah tata kehidupan yang gemah ripah loh jinawi. Sudah banyak kita rasakan dan kita lihat perubahan-perubahan pada negeri kita, pembangunan-pembangunan sarana dan prasarana telah terlengkapi sedikit demi sedikit, akan tetapi sedikit demi sedikit pula kerusakan kita timbulkan akibat perubahan yang kita buat dengan tidak sama sekali memperhitungkan faktor keseimbangan ekosistem. Kerusakan-kerusakan yang kita timbulkan sedikit-demi sedikit akan terakumulasi dengan menimbulkan bencana yang besar bagi kehidupan umat manusia. Tengok sajalah mengenai permasalahan banjir yang tiap tahun kita alami di berbagai daerah, bukan saja kerugian material akan tetapi juga kerugian immaterial yang kita alami. Permasalahan banjir adalah bencana yang terjadi akibat komplektivitas kerusakan yang kita timbulkan mulai dari hulu DAS hingga hilir. Di daerah hulu pembukaan lahan yang sembrono, penebangan hutan besar-besaran dan mengganti hutan dengan perkebunan, atau menghilangkan tanaman yang memiliki perakaran kuat. Di daerah hillir menutup daerah-daerah yang berfungsi sebagai penyerapan air dengan bangunan-bangunan sehingga menghalangi infiltrasi air ke dalam tanah. Satu kerusakan saja yang kita timbulkan akan mengakibatkan keseimbangan lingkungan terganggu, sebagi misal illegal logging, dengan illegal logging akan berakibat terjadinya longsor lahan, pemanasan global, banjir dan intrusi air laut ke daratan, terganggunya ekosistem dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut maka sebagai generasi bangsa mulai dari sekarang marilah kita rubah paradigma dan pola pikir masyarakat kita dari pola pikir yang semau gue kepada pola pikir yang penuh tanggung jawab.